METODA PENAMBANGAN
Kegiatan
penambangan adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil endapan
bahan galian dari dalam dan luar permukaan bumi berupa batuan atau material
yang berharga, kemudian dapat dimanfaatkan secara ekonomis.
Adapun kegiatan
penambangan yang dilakukan meliputi beberapa tahap, yaitu :
-
Kegiatan pembongkaran
-
Kegiatan pemuatan.
- Kegiatan
pengangkutan dan proses pengolahan batuan.
1. KEGIATAN PEMBONGKARAN
Secara umum
kegiatan pembongkaran adalah suatu proses pemisahan material batuan dari batuan
induknya dengan cara peledakan, agar kemudian dapat dimanfaatkan untuk
keperluan bahan baku industry dan dapat bernilai ekonomis.
Dalam suatu
proses penambangan bahan galian, kegiatan pembongkaran batuan termasuk kedalam
salah satu unsur penting, dimana kegiatan ini merupakan bagian dari proses
untuk pengadaan bahan baku untuk diolah.
1.1. KEGIATAN PEMBORAN
Adapun
kondisi batuan yang akan digali atau dimanfaatkan bermaca-macam karakteristik,
tekstur, struktur dan kekerasannya, maka dalam usaha-usaha tersebut perlu
diterapkan suatu metode yang tepat. Misalnya terhadap batuan yang
keras (andesit), maka proses pemanfaatannya dapat dilakukan dengan metode
peledakan. Tetapi sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu adanya fakto-faktor pemilihan bahan peledak dan
factor-faktor teknis yang mempengaruhi hasil dari suatu proses tersebut,
sehingga ketetapan pekerjaan dapat tercapai.
Metode pemboran
yang utama dipergunakan dalam tambang terbuka atau quarry adalah
pemboran pertikal atau miring. Dalam pekerjaan tambang, pemboran ini dilakukan
untuk media bahan peledak. Sehingga dapat difungsikan sebagaimana mestinya dan
juga pemboran ini sangat berpengaruh terhadap bentuk permukaan tambang
khususnya bentuk bench yang diledakkan. Oleh karena itu, agar hasil dari
suatu proses peledakan baik itu dilihat dari fragmentasi batuan dan kondisi
dari tambang yang terbentuk terkoordinasi dengan baik, maka pola pemboran yang
baik, aman dan efisien adalah “Staggered Dill Pattern” dan pola
peledakan yang digunakan adalah “Staggered ‘V’ Cut”.
Gambar 1.1
Pola pemboran Staggered
Drill Patern
(Efficient Blasting
Technique, 1995 (*8)
Sedangkan
dalam pemilihan alat bor untuk tambang terbuka dan quarry yang memakai
metoda peledakan jenjang, ada beberapa factor yang harus diperhatikan, antara
lain : ukuran dan kedalaman lubang ledak, jenis batuan, kondisi lapangan dan
lain sebagainya.
a. Jenis Batuan, dimana menentukan pemilihan alat bor, percussive atau
rotary-rushing, dipakai untuk batuan yang keras, rotary-cutting dipakai
untuk batuan sedimen.
b. Tinggi Jenjang, parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya. Tinggi
jenjang ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau
ditentukan setelah mempertimbangkan aspek lainnya. Dalam tambang terbuka dan quarry
diusahakan tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu, dengan beracuan
pada peralatan bor yang tersedia. Tinggi
jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada pertimbangan lain.
c. Diameter Lubang Ledak, faktor
penting dalam menentukan ukuran diameter lubang ledak adalah besarnya target
produksi. Diameter yang lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi.
Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan ukuran diameter lubang ledak adalah
fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran yang diijinkan.
d. Kondisi Lapangan, kondisi
lapangan sangat mempengaruhi pemilihan peralatan.
e. Fragmentasi, adalah istilah yang
menggambarkan ukuran dari pecahan batuan setelah peledakan dan pada umumnya
fagmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.
Kecepatan
pemboran dipengaruhi oleh kekerasan batuan, diameter mata bor dan
masalah-masalah yang dihadapi saat proses pemboran dilakukan. Berdasarkan data dan perhitungan diketahui cycle time rata-rata
pemboran, maka didapat persamaan sebagai berikut :
Vdr= H/CTp
Dimana :
= 60 menit/CTp = lubang
bor/jam
Dimana :
H
: Kedalaman lubang bor rata-rata (meter/lubang)
CTp
: Waktu daur pemboran rata-rata (menit/lubang)
Vdr
: Kecepatan pemboran kotor (meter/menit)
1.2. KEGIATAN PELEDAKAN
Tujuan dari
peledakan adalah untuk mempersiapkan material atau broken rock sebagai
umpan pabrik pengolah, untuk diolah sesuai dengan kebutuhan serta tanpa
mengabaikan aspek keselamatan kerja.
Pengenalan Bahan Peledak
Definisi Bahan Peledak
Bahan peledak (explosive)
adalah zat kimia yang berwujud padat, cair atau campuran padat dan cair yang
apabila terkena sesuatu aksi yang berupa panas/benturan/hentakan atau gesekan
yang berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang lebih stabil yang
sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas dimana perubahan tersebut
berlangsung dengan cepat dan disertai efek panas dan tekanan yang tinggi.
Bahan peledak
yang diperdagangkan pada umumnya merupakan campuran dari
persenyawaan-persenyawaan yang mengandung empat elemen dasar, yaitu : Carbon,
Hidrogen, Nitrogen, dan Oksigen, tetapi kadang-kadang persenyawaan-persenyawaan
lain yang mengandung elemen-elemen tertentu seperti Sodium, Aluminium, Calsium
dan lain-lain, dengan maksud untuk menghasilkan pengaruh-pengaruh tertentu dari
bahan peledak yang dibentuknya. Menurut fungsinya bahan-bahan pembentuk ramuan
bahan peledak dapat dibedakan menjadi :
1. Zat kimia yang
mudah bereaksi, yang berfungsi sebagai explosive base,
Contoh :
-Nitrogen : NG = C3H5 (NO3)3.
-TNT (tri nitro toluene).
-DNT
-Fulminate (campuran HNO3 + alcohol + logam-logam).
-Dan lain-lain.
2. Zat oksidator yang
berfungsi sebagai pemberi oksigen, contoh :
-NH4NO3
-KClO3
-NaClO3
-NaNO3.
3. Zat tambahan yang
berfungsi sebagai absorben, Contoh :
-Serbuk kayu
-Kanji
-Serbuk Belerang
-Dan lain-lain.
Bahan peledak
yang diperdagangkan kurang lebih adalah oksigen balance artinya jumlah oksigen
yang terdapat dlam campuran bahan peledak apabila bereaksi hanya cukup untuk membentuk
: uap air, karbon dioksida dan nitrogen terlepas sebagai gas nitrogen bebas.
Kekurangan atau kelebihan oksigen dalam campuran bahan peledak akan
menghasilkan gas-gas : Karbon monoksida atau nitro oksida, contoh :
Oksigen Balance
3NH4NO3 + CH2
7H2O + CO2 + 3N2
Kelebihan Oksigen
5NH4NO3 +
CH
11H2O + CO2 + 4N2 + 2NO
Kekurangan Oksigen
2NH4NO3 + CH2
5H2O + 2N2 + CO
Uap air (H2O), CO2 dan N2 di sebut (smoke) dan CO, NO dan NO2 (fumes).
Sifat Umum Bahan Peledak
Pemilihan jenis bahan peledak untuk suatu
operasi peledakan tertentu memerlukan pengkajian teliti terutama mengenai
sifat-sifat penting daripada bahan peledak yaitu :
a. Strength, adalah kekuatan bahan peledak untuk meledakkan suatu batuan atau obyek
yang dinyatakan dalam prosentase berat nitrogliserin yang terdapat dalam suatu
bahan peledak “straight Dinamit”
b. Sensitivity, adalah ukuran atau tingkat kemudahan suatu bahan peledak untuk meneruskan
reaksi peledakan sehingga dapat mengakibatkan bahan peledak itu meledak, Sensitivity
suatu bahan peledak sangat berpengaruh terhadap pukulan, gesekan, panas,
medan listrik, nyala dan getaran.
c. Density, adalah bahan peledak satuan volume tertentu, untuk menunjukkan density
bahan peledak biasanya kita temui istilah “catridge count” atau “stik
count” yang artinya menunjukkan jumlah catridge bahan peledak
tersebut ukuran 1¼ X 8” yang terdapat dalam peti dengan berat bersih 50 lb. Dengan demikian makin tinggi catridge makin rendah density bahan
peledak.
d. Detonation
Velocity, adalah kecepatan rambat
gelombang ledakan melalui kolom bahan peledak, makin tinggi kecepatan rambat
gelombang ledakan suatu bahan peledak makin kuat bahan peledak tersebut.
e. Stabilitas, adalah kestabilan senyawa kimia bahan peledak untuk tidak mudah bereaksi
dan berdekomposisi terhadap pengaruh luar seperti panas, dingin dan lain
sebagainya. Makin stabil peledak tersebut makin mudah penanganan serta
penyimpanan bahan peledak tersebut dan makin aman.
f. Water Resistance, adalah
ketahanan bahan peledak terhadap air atau uap air baik dalam penyimpanan maupun
penggunaannya, ketahanan terhadap air ini dipengaruhi oleh sifat kimia bahan
peledak itu sendiri.
g. Fumes
Characteristic, adalah suatu bahan peledak
menunjukkan jumlah gas-gas beracun seperti CO, NOx yang terjadi setelah bahan
peledak tersebut diledakkan. Selain fumes atau gas beracun, peledakan
juga menghasilkan gas-gas yang tidak beracun yang disebut smoke misalnya
H2O, CO2,
h. Permisibilitas, adalah merupakan syarat yang sangat penting bagi bahan peledak yang
dipakai untuk penambangan batubara, dimana ledakannya tidak akan menyebabkan
kebakaran atau ledakan tambang tersebut, karena biasanya terdapat gas methan
dan debu batubara.
i. Hygros Copicity, adalah sifat
bahan peledak yang mudah bereaksi/berpengaruh terhadap lingkungan luar
khususnya terhadap kelembaban udara (uap air).
Klasifikasi Bahan Peledak
Pada umumnya bahan peledak diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
- Bahan Peledak Kuat (High Explosive) contohnya ANFO
- Bahan Peledak Lemah (Low Explosive).
TABEL
DASAR
PENGGOLONGAN BAHAN PELEDAK
Dasar
Penggolongan
|
Low Explosive
|
High
Explosive
|
Efek
Peledakan
|
Heaving
Effect
(mendorong/mengangkut)
|
Shattering
Effect
(menghancurkan)
|
Cara
Peledakan
|
Pembakaran
(Api)
|
Peledakan
(Detonator)
|
Proses
Peledakan
|
Deflagrasi
|
Detonasi
|
Kecepatan
Rambat
Gelombang
|
< 1500
m/det
|
>1500
m/det
|
Rumus Kimia
|
An Organik
(black
powder NaNO3 +
Charcoal + S)
|
Organik
(NG, TNT, dan
lain-lain)
|
- Deflagrasi : Proses
pembakaran yang cepat.
-
Detonasi : Proses pengembangbiakan (propagasi gelombang getaran melalui
bahan peledak yang diikuti dengan reaksi kimia yang menyediakan energy untuk
kelanjutan proses pengembangbiakan tersebut secara stabil).
High Explosive contoh ANFO
ANFO adalah jenis blasting agent yang merupakan campuran dari
bahan-bahan bukan bahan peledak (Amonium Nitrat + Fuel Oil).
Sifat Umum ANFO
- Tidak termasuk Cap sensitive.
- Tidak tahan terhadap air.
- Density 0,7-0,9 dan Weight Strength 60 %
- Kecepatan Detonasi 3.000-4.500 m/det.
- Tidak tahan panas yang tinggi dan api.
- Peka terhadap listrik
- Penanganan dan pengangkutannya mudah dan aman.
- Harga relatif murah.
Perbandingan Campuran ANFO
Untuk mendapatkan energi maksimum dan tidak terjadi gas-gas beracun maka
campuran bahan peledak harus oksigen balance, maka untuk memperoleh
campuran yang oksigen balance maka perbandingan antara AN dengan FO,
adalah : AN : FO = 94,5 : 5,5.
Campuran ini
adalah model standard (% berat). (Moelhim, 1990 : 25)
Gas-gas Beracun
Timbulnya gas-gas Beracun disebabkan oleh :
- - Perbandingan yang tidak tepat
- - Penyimpanan terlalu lama.
- - Campuran tidak merata
Maka untuk menghindari timbulnya gas-gas beracun tersebut :
- - Perbandingan harus tepat.
- - Campuran merata.
- - Menggunakan persediaan lama terlebih dahulu.
PROSEDUR DAN
HASIL PENELITIAN
Pembongkaran material (loosening) merupakan tahap pengarjaan dari
kegiatan penambangan yang bertujuan untuk melepaskan material dari betuan
induknya. Pembongkaran material dapat
dilakukan dengan cara mekanis dengan alat gali mekanis maupun dengan pemboran
dan peledakan untuk batuan keras (massive).
1. Pemboran
Pemboran dalam hal ini bertujuan untuk memperoleh lubang ledak agar
peledakan dapat dilakukan. Peralatan pemboran yang digunakan saat ini adalah
satu buah Crawlair Rock Drill (CRD) merek Furukawa tipe PCR-200 sebanyak
satu unit.
Crawlair Rock Drill (CRD) tersebut digerakkan oleh kompresor merek Atlas Copco tipe XA 350 CC.
1.1 Arah Pemboran
Arah lubang ledak yang diterapkan saat ini adalah lubang bor vertikal,
dengan arah kemiringan 80o sehingga didapatkan lubang ledak dengan
pemboran miring.
1.2 Pola Pemboran
Pola pemboran yang dilakukan di CV. Gunung Batujajar adalah pola lubang
ledak selang seling atau staggeret drill pattern. Tujuan dilakukannya
pemboran seperti ini agar saat peledakan berlangsung akan memberikan distribusi
energi bahan peledak terhadap batuan yang diledakkan. Sehingga pola pemboran
ini akan menunjang terhadap pola peledakan yang diterapkan.
1.3 Kecepatan Pemboran
Kecepatan suatu pemboran di lokasi penambangan batu andesit banyak
dipengaruhi oleh kekerasan batuan, diameter mata bor dan masalah-masalah yang
dihadapi saat proses pemboran dilakukan. Berdasarkan data dan perhitungan,
diketahui daur (cycle time) rata-rata pemboran dilapangan adalah 54,3
menit/lubang
Dari data di atas, maka dapat ditentukan Vdr dan Vt dengan persamaan-persamaan
sebagai berikut :
Vdr
=
H/CTp =
8,9 meter/54,3
menit = 0,16
meter/menit
Atau
= 60
menit/jam / 54,3 menit = 1,1 lubang bor/jam
Dimana :
H : Kedalaman lubang bor
rata-rata = 8,9 meter
CTp : Waktu daur pemboran
rata-rata = 54,3 menit
Vdr : Kecepatan
pemboran
= 0.16 meter/menit
1.4 Efisiensi Waktu Kerja
Adapun tahap-tahap untuk menghitung efisiensi kerja alat pemboran adalah
mengetahiu waktu kerja yang tersedia dan waktu kerja produktif berdasarkan
waktu kerja yang ditetapkan CV. Gunung Batujajar dalam satu hari kerja.
Dari tabel jadwal kerja tersebut diketahui waktu kerja tersedia per hari
yang dikurangi waktu istirahat adalah 540 menit. Sedangkan waktu kerja
produktif per hari adalah 465 menit atau 7,75 jam/hari. Kenyataan dilapangan
waktu kerja produktif tidak sebesar 465 menit, karena adanya
kelambatan-kelambatan yang ditemui selama jam kerja. Hambatan yang terjadi
selama jam kerja produktif dibagi dalam dua kelompok, yaitu hambatan kerja yang
tidak dapat dihindari hambatan kerja yang masih dapat dihindari.
Jadwal Waktu
Kerja
No.
|
Jenis Kegiatan
|
Waktu (WIB)
|
Jumlah
(Menit)
|
1
|
Masuk Kerja
|
07.00
|
-
|
2
|
Berangkat ke Lokasi dan
Persiapan Kerja
|
07.00-07.15
|
15
|
3
|
Kerja Produktif I
|
07.15-12.00
|
285
|
4
|
Istirahat
|
12.00-13.00
|
60
|
5
|
Kerja Produktif II
|
13.00-16.00
|
180
|
6
|
Menyimpan Alat Bor
|
16.00-16.45
|
45
|
7
|
Persiapan Akhir Kerja
|
16.45-17.00
|
15
|
Hambatan Waktu
Kerja Produktif
Yang Tidak
Dapat Dihindari
No.
|
Macam Kelambatan
|
Kelambatan
(menit)
|
1
|
Pemanasan, Pemeriksaan Alat
Bor, Kompresor
|
15
|
2
|
Pengisian Bahan Bakar Kompresor
|
10
|
3
|
Keperluan Operator
|
10
|
4
|
Saat Pindah Kerja
|
20
|
Jumlah
|
55
|
Hambatan Waktu
Kerja Produktif
Rata-rata yang
Dapat Dihindari
No.
|
Macam
Kelambatan
|
Kelambatan
(Menit)
|
1
|
Terlambat Kerja Produksi
|
4,47
|
2
|
Terlambat setelah istirahat
|
8,78
|
3
|
Kegiatan Lain-lain (menunggu
alat)
|
15,94
|
4
|
Istirahat Terlalu Awal
|
14,83
|
5
|
Menempatkan Alat Bor pada
Lokasi yang Aman Sebelum Peledakan
|
16,61
|
Jumlah
|
60,63
|
Berarti jumlah waktu produksi yang hilang dalam operasi pemboran
dikarenakan adanya kelambatan-kelambatan, dihitung dengan penjumlahan
kelambatan waktu yang dapat dihindari dan yang tidak dapat dihindari adalah :
(55+60) menit = 115,63 menit.
Jika diketahui jumlah waktu kerja produktif dalam satu hari kerja sesuai
dengan jadwal adalah 465 menit, sehingga diperhitungkan waktu kerja efektif
rata-rata alat bor saat ini (We) = (465-115,63) menit = 349,37 menit. Berarti kerja alat bor yang digunakan di CV. Gunung Batujajar
diperhitungkan menjadi :
Efisiensi
Kerja =
(waktu kerja efektif / waktu kerja produktif) X 100%
= 349,37 menit/hari / 465 menit/hari
= 75,13%
Waktu kerja efektif untuk melakukan pemboran =
= efisiensi kerja x waktu kerja produktif
= 75,13% x 465 menit
= 349 menit/hari ≈ 5,82 jam/hari
Maka jumlah lubang bor yang dihasilkan dalam satu hari oleh satu alat bor
(CRD) dengan waktu kerja efektif 5,82 jam/hari adalah :
= 1,1 lubang bor/jam x 5,82 jam/hari
= 6,40 lubang bor/hari ≈ 6 lubang bor/hari
Kenyataan dilapangan adalah 5 lubang bor/hari.
Kenyataan dilapangan adalah 5 lubang bor/hari.
2. Peledakan
1 Prosedur Peledakan
1 Prosedur Peledakan
Prosedur peledakan yang telah dilakukan di CV. Gunung Batujajar adalah
sebagai berikut :
A. Tahap Parsiapan Sebelum Peledakan
A. Tahap Parsiapan Sebelum Peledakan
Persiapan sebelum peledakan di CV. Gunung Batujajar dilakukan dengan cara
mempersiapkan dahulu semua bahan dan peralatan yang diperlukan, yang akan
dipakai dalam proses peledakan. Kemudian bahan peledak tersebut dibawa ke
lokasi peledakan yang telah di amankan sebelumnya.
B. Tahap Pembuatan Primer
B. Tahap Pembuatan Primer
Primer yang dipakai di CV. Gunung Batujajar terdiri dari power gel
jenis powergel magnum 3151 dengan berat 154 gr/batang dan detonator listrik
jenis millisecond delay. Pembuatan primer dilakukan langsung di lokasi
yang akan diledakkan oleh juru ledak. Adapun tahap kegiatannya adalah :
mula-mula power gel dilubangi dengan kayu atau pensil, tapi
kadang-kadang dengan menggunakan jari (kebiasaan di lapangan agar lebih
praktis). Kemudian detonator dimasukkan dengan cara dittekan kuat kedalam power
gel yang telah dilubangi tadi, agar tidak mudah lepas kabel detonator
dililitkan pada power gel.
C. Tahap Pengisian Bahan Peledak
C. Tahap Pengisian Bahan Peledak
Sebelum primer dimasukkan lubang ledak diperiksa terlebih dahulu apakah
mengandung air atau tidak, selain itu juga dilakukan pemeriksaan kedalam lubang
ledak karena kedalaman llubang ledak dapat berubah akibat runtuhan batuan.
Apabila lubang ledak tersebut mengandung air maka harus dikeringkan terlebih
dahulu dengan menggunakan kayu yang ujungnya dibalut dengan kain. Kemudian primer dimasukkan kedalam lubang ledak dengan hati-hati agar
detonator tidak lepas dari power gel. Setelah primer berada di dalam
lubang ledak, ANFO dituangkan perlahan-lahan.
D. Tahap Penentuan Lubang Ledak (Stemming)
Di lapangan tahap ini dilakukan dengan menggunakan material yang ada di
lokasi (tanah atau material hancuran hasil pemboran). Pambuatan stemming dilakukan
setelah pemadatan isian bahan peledak.
E. Tahap Penyambungan Rangkaian
Penyambungan rangkaian yang dilakukan adalah secara seri. Di lapangan
sambungan leg wire (kabel detonator) pada tiap detonator hanya berukuran
sama dangan kedalaman lubang ledak, maka diperlukan kabel pembantu (connecting
wire) untuk menghubungkan tiap-tiap leg wire sebelum disambung
dengan kabel utama (leg wire). Setelah itu dilakukan pengetesan tahanan
terhadap rangkaian dengan menggunakan om meter, lalu rangkaian tersebut
disambungkan ke exploder (blasting machine)
F. Tahap Persiapan Sebelum Pelaksanaan Peledakan (Mencari Tempat Berlindung)
Tahap [ersiapan sebelum peledakan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
pada pemegang blasting machine (juru ledak) khususnya dan orang sekitar
area yan akan diledakkan. Untuk tambang terbuka dalam menentukan tempat
berlindung harus dipertimbangkan arah dan jarak pelemparan dari batuan hasil
peledakan tersebut. Jika sudah diketahui arah dan
jarak pelemparannya, maka harus diambil arah yang berlawanan dari arah
pelemparan tersebut.
G. Tahap Peringatan Sebelum Peledakan
G. Tahap Peringatan Sebelum Peledakan
Sebelum pelaksanaa peledakan perlu diberi aba-aba kepada orang-orang yang
berada di sekitar lokasi yang akan diledakkan agar segera berlindung, begitu
pula dengan peralatan yang ada di sekitar lokasi peledakan di amankan. Aba-aba
yang dimaksud berupa teriakan atau memakai alat seperti sirine atau peluit.
Adapun tenggang waktu antara aba-aba pertama dengan peledakan haruslah cukup
untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk berlindung dan mengamankan
peralatan yang ada disekitar lokasi peledakan.
H. Tahap Peledakan
Setelah semua persiapan peledakan dikerjakan, mulai dari pembuatan primer,
pengisian bahan peledak, sampai penutupan kolom isian bahan peledak dan
penyambungan rangkaian maka peledakan dapat dilakukan.
I. Pemeriksaan
Setelah Peledakan
Pemeriksaan setelah peledakan dilakukan setelah 15 menit atau setelah asap
dari hasil peledakan hilang. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh juru ledak
dengan tujuan untuk mengetahui apakah dijumpai peledakan yang gagal (misfire),
jika semua telah meledak dengan baik dan kawasan peledakan aman dari runtuhan
batuan, maka akan diberi aba-aba lagi bahwa peledakan telah berakhir dan
operasi penambangan dapat dilanjutkan kembali.
2 Volume Peledakan
Volume peledakan batu andesit keseluruhan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
V = B1
x S x n x H x Sin α
|
Dimana :
V = Volume batuan yang diledakkan,
(m3)
B1 = Burden semu (m) ; S =
Spacing (m)
L = Tinggi Jenjang (m) atau (H-J) x Sin α
N = Jumlah Lubang Ledak ; α = Kemiringan Lubang Ledak.
2.3 Pemakaian Bahan
Peledak
Bahan peledak yang dipakai perusahaan saat ini adalah ANFO dari PT. Dahana, Tasikmalaya. Dengan perbandingan 94,5% berat AN (Amonium Nitrat)
berbentuk butiran dan 5,5% FO (Foil Oil). Sebagai primer digunakan powergel
magnum 3151 dengan kekuatan 80% berbentuk dodol dengan ukuran berat 1 batang
adalah 0,154 kg. Pemakaian bahan peledak untuk setiap kali peedakan adalah
tidak sama, tergantung dari jumlah lubang ledak yang diledakkan.
2.4 Pola Penyalaan
Pola penyalaan yang diterapkan dilapangan CV. Gunung Batujajar saat ini
adalah peledakan secara 5 atau 6 lubang ledak dalam satu row hingga lubang
tembak yang diinginkan. Hal ini sangat berpengaruh sekali dengan keadaan
lingkungan, dimana lokasi peledakan tidak berapa jauh dari pemukiman penduduk
dan diakibatkan getaran terlalu tinggi apabila peledakan 7 lubang ledak keatas
sekaligus. Dimana rumah penduduk berada di
antara radius ±350 meter.
2.5 Letak Primer
Primer adalah suatu bahan peledak yang menerima penyalaan dari detonator
atau sumbu ledak. Hasil peledakan ini selanjutnya disalurkan kebahan peledak.
Dalam peledakan yang diterapkan di lapangan, primer ditempatkan pada bagian
bawah ( bottom primming).
Primer harus ditempatkan pada titik yang paling terkurung dan ditempatkan
pada lapisan batuad yang lebih keras. Letak primer ini akan menentukan bagian
jenjang yang akan ditekan dan dipindahkan. Dimana primer ini berfungsi untuk
menerima penggalak dari detonator.
Pembongkaran dan Pemuatan Hasil Peledakan
Hasil dari peledakan berupa bongkahan-bongkahan yang masih bertumpuk di
tempat atau lokasi peledakan akan dibongkar/gali oleh Backhoe dan
selanjutnya akan di muatkan ke alat angkut.
Untuk memenuhi target produksi, pekerjaan pemuatan batu andesit di lokasi
penambangan untuk di angkut ketempat penyimpanan sementara (Stock Yard)
digunakan Hydrolic Excavator atau (Backhoe) CAT 322.
Pengangkutan Material Hasil Peledakan
Pada proses pengangkutan hasil peledakan dari lokasi penambangan sampai ke Crushing
Plant digunakan alat angkut berupa ”Dump Truck” dengan kapasitas
18.000 Kg/unit (10,7 M3).
Sistem pengangkutan akan menggunakan sistem pulang pergi melalui satu
jalan, setelah penumpahan muatan ditempat pengolahan alat angkut akan kembali
pada jalan yang sama.
Komentar
Posting Komentar
Kritik & saran sangat membantu demi kasempurnaan blog ini.
Terima kasih.
:)
Admin