Manusia tanpa tambang

Manusia tanpa tambang

Apa itu tambang? Pastilah jika kita menyebut kata tambang, maka yang ada dalam pikiran setiap orang, tambang adalah suatu kegiatan yang merusak lingkungan. Menurut UU No 4 Tahun 2009, pertambangan yaitu sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pesca tambang. Tapi tahukah kita tanpa kita sadari kegiatan yang merusak lingkungan ini memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia. Tambang telah merubah kehidupan manusia primitif menjadi manusia yang modern. Tahukah kita menggunakan apakah pakaian kita dibuat? Jawabannya adalah dari bahan tambang. Peralatan makan, mandi, dan lain sebagainya dibuat dari bahan-bahan yang diambil dari kegiatan pertambangan, ya kegiatan yang merusak lingkungan itu. Hal ini tak bisa dipungkiri bahwa tambang sangat berperan penting dalam tatanan kehidupan manusia.

Pertambangan di Indonesia sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu, contohnya: bahan untuk pembuatan keris, batu untuk Borobudur, dan lain sebagainya. Namun secara modern pertambangan di Indonesia baru dimulai pada abad ke-19, salah satunya yaitu tambang batubara Ombilin yang mulai berproduksi pada tahun 1892. Namun pertambangan di Indonesia tidaklah berjalan mulus, banyak hambatan & tantangan yang terjadi, pasang surutpun tak dapat dihindari. Pasang pertama terjadi pada tahun 1941, Lalu surut pada jaman penjajahan Jepang dan berlanjut sampai tahun 1967. Namun Kebangkitan pada dunia pertambangan di Indonesia kembali muncul pada tahun 1967 dengan masuknya beberapa perusahaan tambang internasional. Perkembangan yang signifikan terjadi pada tahun 90-an. Bahkan sampai saat ini terdaftar lebih dari 100 perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia.

Bagaimanakah jika manusia hidup tanpa bahan tambang? Suatu pertanyaan yang menarik jika dikaitkan dengan keadaan masyarakat sekarang yang justru sedang gencar-gencarnya menolak tambang. Bukankah lucu bukan? Jika seorang guru melarang siswanya merokok padahal faktanya guru tersebut setiap harinya merokok lebih dari 2 kali sehari. Hal ini pula yang sekarang sedang terjadi. Masyarakat menolak tambang, padahal tanpa mereka sadari apa yang mereka gunakan sehari-hari, baik untuk makan, minum, mandi, dan lain sebagainya merupakan barang-barang hasil tambang. Itulah salah satu sifat manusia yang selalu munafik.  Lalu siapakah yang harus disalahkan? Apakah masyarakat, pemerintah, atau perusahaan? Suatu pertanyaan yang menarik lagi bukan? Jawabannya tergantung pada kesadaran dari masing-masing pihak, untuk menyadari porsinya masing-masing. Namun, hal ini tidak terlepas dari suatu hubungan korelasi yang baik antara pemerintah, pihak perusahaan, & masyarakat.

Salah satu masalah yang sering diperdebatkan oleh masyarakat adalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas penambangan. Hal ini menjadi satu bahan pertimbangan atau referensi bagi pihak perusahaan dan pemerintah. Namun, sangatlah mustahil jika tambang ditolak. Tambang & kehidupan manusia bagaikan sepasang kekasih yang tidak dapat dipisahkan pada era globalisasi ini. Lalu apakah yang harus dilakukan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MINERAL FELDSPAR

HUBUNGAN AWAM DAN HIERARKI SEBAGAI PATNER KERJA

TAMBANG TERBUKA